Tuesday 26 August 2014

 Memang sungguh tidak nyaman mengetahui hal-hal yang sebenarnya tidak ingin kita ketahui. Dan terkadang hal itu membuat kita memaksakan diri memerintah otak supaya memikirkan hal sebaliknya. Berbicara sendiri dengan pikiran, "tidak, tidak mungkin seperti itu. Mungkin hanya...blablabla."

Terlalu takut untuk menerima kenyataan. Terlalu naif. Tidak, hanya mencoba berikir positif.
Memperpanjang waktu untuk mereka, untuk mereka yang mungkin akan tersadar dan cepat atau lambat memperbaikinya. Memberi waktu, memberi kesempatan lagi dan lagi..terus-menerus. Dan kalau deadline kita telah habis namun mereka belum tersadar, akhirnya kita mengulang proses kita. Mengulang kembali memberi waktu untuk mereka yang mungkin tidak tahu kalau kita sedang memberinya kesempatan, bahkan tidak menyadari kesalahannya.
Terus berputar seperti itu.

Terkadang saya ingin sebentar saja merasakan menjadi orang yang masa bodo yang tidak perlu terlalu memikirkan perasaan orang lain.

Saturday 23 August 2014

DUA KOSONG!!!

Yap, akhirnya saya beranjak di tahun berkepala dua ini. Segala hal pahit di masa lalu, dan manis yang mau tidak mau harus saya tinggalkan di tahun sebelumnya.
Berharap tahun-tahun berikutnya akan lebih membahagiakan dan berkah tentu saja menjadi angan semua ciptaan-Nya.
Saya bersyukur atas semua yang Allah berikan kepada saya 20tahun silam. Semoga saya bisa terus menjaga pemberian-Nya sampai Dia sendiri nanti yang akan mengambilnya. Dan semoga bertambahnya umur ini diiringi dengan bertambahnya rasa cinta saya kepada-Mu.
Saya juga mohon semoga Engkau selalu mengasihi orang-orang yang menyayangi saya ataupun juga yang belum.
Hal yang tidak saya bayangkan pun terjadi di hari bahagia ini.
Terimakasih atas segala nikmat-Mu. Bantu hamba untuk menjaganya.

Hadiah dari yang tersayang. Terimakasih banyak...

Tuesday 5 August 2014

Perasaan siapa yang anda jaga?

Memang, kita tidak dapat mencegah orang lain untuk tidak merasakan sakit hati. Tapi, apa salahnya sebagai manusia lebih memperhatikan perasaan sesamanya? Bukankah kita juga merasa senang dan nyaman bila diperhatikan?
Kalau masih ada hal-hal baik yang bisa dilakukan, mengapa memilih saling menyakiti?
Pernahkan anda merasa telah melakukan apapun sebisa anda untuk orang lain, tapi mereka dengan begitu mudah melupakannya?
Anda, mengesampingkan diri anda untuk mempertahankan sesuatu tapi mereka berlalu begitu saja seakan tidak terjadi apa-apa.
Bukankah lucu, anda berusaha menjaga perasaan untuk orang yang sama sekali tidak peduli dengan perasaan anda?
Atau pernahkah anda merasa dunia sedang menutup-nutupi anda atas hal yang sebenarnya terjadi?
Lalu anda merasa dipermainkan, dibodohi, bahkan oleh orang terdekat anda?
Seakan dunia tidak berpihak pada anda dan tidak ada lagi satu orangpun yang anda percaya.
Apakah anda hanya terlalu naif, memikirkan bahwa tidak ada orang jahat yang tega menyakiti perasaan anda? Dan anda terus berharap bahwa mereka akan tersadar pada suatu hari nanti.
Untuk semua ini, kepada siapa anda harus menyalahkan?
Tapi lepas dari itu semua, tidak peduli apa, bila anda sudah merasa tidak ada tempat untuk bersandar, masih ada tempat untuk bersujud.
Sometimes Allah doesn't give you what you think you want. It's not because you don't deserve it but YOU DESERVE MORE.
Percaya pada Allah, karena hanya Dia yang tau yang terbaik untuk kita.
Bertawakal lah, insya Allah Dia akan memberikan jalan.


Monday 4 August 2014

Kalian telah Dirindukan



Libur kuliah setelah ujian semester memang memberikan kita banyak waktu luang. Lega sekali rasanya bebas dari bangun pagi dan mata kuliah yang menguras otak beserta tugasnya. Kita pun dapat menghabiskan waktu dirumah, melakukan apapun yang kita suka tanpa dibayang-bayangi tugas kuliah.
Namun saat yang biasanya telah lama dinantikan mahasiswa ini, (setelah terasa penat dengan jadwal kuliah dan tentu tugas-tugasnya) lama-kelamaan berubah menjadi sesuatu yang membosankan. Ketika kita terlalu lama tidak melakukan hal apapun, alhasil ke-monoton-an membuat kita penat. Kita mulai merindukan kembali saat-saat di kampus bersama teman-teman. Bahkan, kita mulai merindukan mata kuliah yang membuat otak terus berputar. 
Setidaknya, saya merasakan hal ini. Terbayang saat saya beserta teman wanita sekelas menginap bersama, menceritakan hal-hal yang kita impikan sebelum memejamkan mata, bertengkar kecil saat memperebutkan mie (makanan favorite anak kos di akhir bulan), dan saat rasa malas mengalahkan niat untuk bersih-bersih.
Ego dan kesabaran kita diuji ketika candaan mulai membabi-buta, disini hati tidak perlu digunakan. Bertengkar saat tidak sependapat menjadi hal yang biasa (bukankah keluarga juga selalu bertengkar?) Bermain tidak mengenal waktu, karena tidak ada orang tua yang melarang kami selama tinggal di tempat kost hehehe.

Tidak ada kesedihan yang berkepanjangan, karena selalu ada teman-teman yang siap menghibur kita.

Saya merindukan mereka. Rindu menghabiskan waktu bersama kemanapun. Rindu ucapan saling-meledek mereka. Rindu menertawakan hal-hal sepele bersama mereka. Rindu acara makan kecil-kecilan saat di antara kami ada yang berulang-tahun.
The point is, I miss you. All of you.

Kami saat menghadiri acara khitan adik Faizah

Kami setelah melaksanakan tugas praktek

Saat menjenguk teman kami, Nanda
Saat bakti sosial bersama anak yatim
Saat merayakan ultang tahun salah satu diantara kami




 Dan foto-foto kegilaan lain kami saat tidak ada hal lain yang bisa dilakukan, atau hanya sekedar untuk melepas kejenuhan





Kalian telah dirindukan

Saturday 2 August 2014

Hitung Mundur (2)


...

6 Juli 2000...
“Setahun itu gak ada artinya, Vin.” ucap Novan, yang menurutnya adalah jawaban atas berakhirnya hubunganku dengan Rendra.
“Tapi gue yakin Van, Rendra gak bermaksud ngelakuin hal itu.” jawabku, membela Rendra.
“Dia udah selingkuh dari lo. Bisa-bisanya lo masih ngebela dia.” untuk urusan Rendra, Novan memang sensitif. Aku tahu dia tidak akan membiarkan sahabat perempuannya terluka.
“Mungkin gue kurang bisa ngejaga dia, kurang ngasih dia perhatian, waktu, semua hal yang dia harapkan,  dan...mungkin gue kurang menarik. Memang sebenarnya gak ada kan Van, orang yang benar-benar menerima kekurangan kita?” Pernyataan sarkastik dari mulutku, tapi memang itulah yang belakangan ini selalu menghantui pikiranku.
“Lo kenapa sih, Vin? Berhenti nyalahin diri lo terus. Lo lebih luar biasa dari yang lo pikirin. Kalaupun Rendra ninggalin lo, itu jelas kesalahan dia. Lagi pula gue gak heran dia ngelakuin ini, mengingat-ingat cerita lo ke gue soal tingkah laku dia akhir-akhir ini. Intinya sekarang, lo harus fokus ke diri lo sendiri. Sayangi diri lo dengan berhenti bertanya-tanya kenapa hal ini bisa terjadi. Lo juga harus berhenti nyalahin diri lo. If something is destined for you, never in million years it will be for someone else. Ngerti kan maksud gue?”
Semua ucapan Novan terasa panah yang menusuk tepat di jantungku. Aku pun hanya bisa terdiam. Novan benar. Lagi pula kalau Rendra benar-benar mencintaiku, dia tidak akan membiarkanku pergi dan memilih bersama orang lain.
“Udah ngerti? Nanti sampai dirumah, lo buang semua barang-barang dari Rendra. Kalau perlu, hapus semua messages lo sama dia. Hilangkan semua yang berhubungan sama dia” Novan mulai posesif.
“Apa gak berlebihan, Van?”
“Sama sekali enggak. Mulai sekarang, siap atau enggak, lo harus jauh-jauh dari semua itu.”
Tapi, Van…”
“Gak ada tapi-tapi. Ini cuma masalah kebiasaan, Vin. Cepat atau lambat lo pasti ngerti kenapa gue ngelakuin hal ini. Percaya sama gue.”
“…”
“Yaudah yuk, pintu theaternya udah dibuka tuh. Gue gak mau ketinggalan film yang udah gue tunggu berbulan-bulan”
,...

Hitung mundur (1)



Semilir angin membuatku mengingat perbincangan 6 tahun lalu. Perbincanganku dengan seseorang yang sampai detik ini masih kutempatkan namanya dalam "5 waktu" ku. Perbincangan yang tidak seharusnya aku ingat kembali.

17 Januari 2001…
“Lo putus di waktu yang gak tepat, Vin.” Ucapnya
“Loh kenapa memangnya, Van?” tanyaku bingung.
“Iya, waktunya gak tepat banget.”
“Ada apasih? Kebiasaan deh kalo ngomong muter-muter”
“Ini juga gue mau coba ngomong. Sabar dong. Hmmm…Hmmmm sebenernya gue suka sama lo dari kelas 1 SMA. Walau waktu itu gue udah punya pacar. Gue tau..gak seharusnya gue kaya gitu. Dan saat lo punya pacar, perasaan gue sedikit tersentak. Gue cuma bisa lakuin apa yang harusnya sahabat lakuin.”  Novan akhirnya memulai percakapan dari hati ke hati. Terlihat jelas keseriusan dari matanya.
“Dari awal masuk SMA, Van? Udah 2 tahun dong gue punya secret admirer hehehe. Tapi lo serius kan? Kalau gitu gue juga mau jujur deh. Sebenernya gue juga udah suka sama lo, malah sejak awal gue liat lo masuk kelas. Tapi cewek bisa apa, sih? Apalagi pas gue tau ternyata lo udah punya pacar. Tapi gue seneng banget, berjalannya waktu bisa buat kita sahabatan kaya gini. Selalu bareng sama lo udah lebih dari cukup buat gue, Van.” Aku biarkan mulut dan hatiku seirama.
“Kenapa waktu kita gak pernah cocok ya, Vin?” mulai terlihat kesedihan di matanya.
Malam itu menjadi malam yang absurd. Bohong kalau aku mengaku tidak bahagia dengan pengakuannya. Tapi bagaimana bisa ia mengatakan itu dengan status sedang menjalin hubungan? Walaupun aku tau sekali hubungan mereka baru berjalan 1 bulan. Bagaimana tidak tau? Akulah satu-satunya orang yang pada saat itu mendukung Novan untuk menjalin hubungan lebih lanjut dengan Angel dengan perbedaan agama mereka. Sungguh sangat tidak lucu kalau pada akhirnya aku jugalah yang membuat hubungan mereka tidak berjalan baik. Percakapan malam itu menjadi pembuka dari semua perubahan, terutama antara aku dan Novan. Kami tidak lagi sekedar bersahabat. Kami sudah mengetahui perasaan masing-masing. Tapi kami tidak saling memaksakan untuk segera membawa hubungan ini kearah yang jelas. Aku membiarkan Novan tetap bersama Angel, walau tidak jarang juga aku berharap bisa bersama dengan Novan sebagai sepasang kekasih. Sekali lagi, aku hanya wanita bisa berbuat apa?
,...